Sampai sekarang masih banyak masyarakat Indonesia yang salah kaprah tentang generasi Y atau yang lebih dikenal dengan kaum Milenial. Salah kaprah nya adalah menyamakan antara kaum Milenial dan Generasi Z. Sampai yang terakhir pada kisruh kata-kata ibu Megawati terkait kisruh aksi demo yang berakhir kisruh dan pengrusakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Megawati menyebutkan sebagaimana dilansir oleh kompas.id https://nasional.kompas.com/read/2020/10/31/08520771/saat-megawati-pertanyakan-sumbangsih-kaum-milenial-untuk-negara?page=all pada kanal beritanya tanggal 31 Oktober 2020.
Lalu narasi TV menyebutkan dalam siaranya di kanal YouTube yang dikaitkan oleh sebagian besar nitizen dan beberapa media berita di Indonesia. Sebagaimana disebutkan oleh merdeka.com https://m.merdeka.com/trending/megawati-sebut-milenial-merusak-saat-demo-najwa-shihab-bongkar-fakta-sesungguhnya.html?page=4.
Hal yang perlu kita cermati adalah bahwa bahasa politik dan bahasa jurnalis sangat sulit untuk di ambil benang merahnya. Namun yang pasti keduanya punya kesamaan yaitu sama-sama menarik perhatian yang fungsi utamanya adalah untuk eksistensi.
Jika bahasa politik adalah untuk menarik perhatian para pendukungnya sedangkan jurnalis adalah menarik perhatian pembaca. Sampai sekarang tidak ada bukti yang menyimpulkan bahwa bahasa politik dan bahasa jurnalis itu membawa perubahan yang besar pada pola pikir dari masyarakat Indonesia.
Terkait bahasa kaum “Milenial” yang disebutkan oleh Megawati maka perlu dijelaskan jika yang dimaksud adalah mahasiswa yang ikut dalam aksi demo yang berakhir ricuh maka dengan gamblang redaksi menepis bahwa hal itu tidak bisa di pertanggung jawabankan. Kaum Milenial saat ini yang paling muda adalah berumur 26 tahun dan yang paling tua adalah umur 40 tahun.
Jika generasi milenial yang terlibat aksi demonstrasi yang berakhir ricuh kemaren ada yang berumur 26 tahun artinya pada saat itu mereka sudah tahun akhir di bangku kuliah saat ini dan mungkin juga sudah terkena drop out.
Dapat disimpulkan sampai saat ini generasi z masih belum populer di kalangan masyarakat Indonesia yang mengakibatkan para politikus dan jurnalis masih memakai kata-kata kaum Milenial untuk menarik perhatian masyarakat dan pembaca. Bukan hanya itu masyarakat Indonesia masih belum mampu meliterasi informasi dari media yang mereka dapatkan.
Sehingga muara dari akumulasi tersebut sampai sekarang masyarakat Indonesia masih mudah untuk terpecah belah hanya karena informasi yang sengaja dikeluarkan setengah-setengah oleh jurnalis lewat kanal berita mereka. Jika harus disalahkan media 100% mungkin tidak benar juga karena kehidupan mereka memang dari hal itu. Jika disalahkan sumber informasi yaitu politisi secara 100% maka juga tidak bisa disalahkan juga karena politik memang fungsi utamanya adalah menarik perhatian masyarakat.
Alhasil yang perlu dibentengi adalah masyarakat itu sendiri yang harus selalu di ingatkan untuk melakukan literasi media. Dan harapan hanya pada media alternatif yang mereka bukan menjadikan media tempat mereka hidup namun media dijadikan sebagai alat untuk mencerdaskan bangsa ini. Dan duta damai sumatera barat berkomitmen penuh untuk hal tersebut.
Comments