By Nuraini Chaniago
Kapan nikah?
Sebagai seorang perempuan yang sudah berumur lebih dari seperempat abad, pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang sudah menjadi makanan pokok yang harus saya telan setiap hari. Baik itu dari kerabat, teman kerja, teman sekolah, orangtua, tetangga dekat, bahkan tetangga jauh yang datangnya entah dari mana. Rasanya telingapun sudah mulai tebal mendengar pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mungkin bisa kali ya menjawabnya dengan hal-hal yang lagi viral saat ini. Jika ditanya kapan menikah, ya jawab saja “Mungkin hari ini, esok atau nanti” (bacanya boleh dengan irama lagunya deh).
Memasuki usia 25-an, bagi perempuan di Indonesia memang dianggap sebagai usia yang sudah sangat matang untuk menikah. Usia demikian, selain akan dihadapkan dengan pilihan hidup yang beragam, maka perempuan juga akan dihujani dengan belbagai pertanyaan-pertanyaan “Kapan”. Salah satunya adalah “Kapan nikah” dan kapan-kapan lainnya. Jangan terlalu pemilih jadi perempuan, nanti susah dapat jodoh, jangan terlalu mikirin karir, nanti laki-laki takut denganmu.
Menikah bukanlah ajang main-main, yang ketika kamu bosan, kamu bisa meninggalkannya. Menikah juga bukan hanya perihal cinta, yang ketika kamu lapar, kamu akan kenyang dengan hanya melihat wajahnya. Tapi lebih dari itu, menikah adalah membina rumah tangga dengan dua manusia yang berbeda dari berbagai segi. Tentu butuh keilmuan dan kesiapan yang matang agar pernikahan mampu mendatangkan kebahagian dan kesalingan untuk keduanya.
Pernikahan itu tak semudah mengucapkan kata “kapan” yang banyak dilontarkan orang banyak kepada kita. Tapi banyak hal yang perlu kita pikirkan, kita pertimbangkan, dan kita analis bersama sebelum kita memutuskan untuk memulai rumah tangga. Salah satunya adalah dengan pre-marriage talk, yaitu pembicaraan sebelum menikah. Pre-marriage talk disini bukan pembicaraan siapa MUA yang akan mengurus pernikahan, seberapa mewahnya resepsi yang akan digelar, ataupun seberapa banyak undangan yang akan disebar nanti. Bukan itu.
Menurut Virly K.A dalam bukunya “Life as Divorce” menyatakan bahwa pre-merriage talk itu merupakan deep conversation diantara pasangan sebelum menikah tentang banyak hal yang akan mempengaruhi hidupmu dengan pasangan di masa depan, seperti; prinsip, impian, pandangan hidup, visi, anak, keuangan, dan sebagainya ketika hendak akan memutuskan untuk menikah ataupun masih dalam fase pendekatan dengan pasangan tanpa harus ragu dan merasa tidak enak, karena komunikasi adalah hal terpenting dalam sebuah hubungan.
Pertama, Prinsip. Ini adalah hal yang penting untuk dibicarakan sebelum pernikahan bersama pasangan. Mungkin kita sering mendengar bahwa perbedaan adalah hal biasa yang menjadi pelengkap pasangan. Iya, jika perbedaan tersebut masih dalam tataran perbedaan makanan antara kamu dan pasangan. Tetapi akan berbeda ceritanya jika sudah menyangkut perihal perbedaan prinsip. Misal, yang satu moderat , masih suka pakai celana panjang, ber-makeup, dan suka travelling solo. Sedangkan pasanganmu sebaliknya, yang tidak suka perempuan bercelana, haram ber-makeup dan big no untuk solo travelling
Kedua, Visi dan impian. Ingat! Kamu mencari pasangan hidup, coba tanya pasanganmu bagaimana perihal rencana hidupnya untuk lima tahun kedepan, lalu analisis dengan visimu, apakah sesuai apa tidak? kalau pasanganmu tidak memiliki visi hidup kedepan, apakah kamu bisa menerimanya apa tidak? jadi penting untuk membicarakan semuanya sebelum menikah agar saling memahami ketika sudah menikah, karena menikah adalah untuk saling tumbuh dan bahagia bersama bukan sebaliknya, mengekang dan mendominasi satu sama lainnya.
Ketiga, Anak. Ini hal yang harus dibicarakan bersama pasangan sebelum menikah. Mau punya anak berapa, bagaimana salah satu atau keduanya tidak bisa memiliki anak, bagaimana solusinya nanti. Jika punya anak, bagaimana dan siapa yang akan merawat anak kelak dan sebagainya.
Keempat, Money Talks. Kalau kamu dan pasangan sama-sama bekerja, maka perlu pembicaraan bagaimana tanggung jawab keuangan, pembagiannya seperti apa? Pengeluarannya seperti apa? dan bagaimana jika salah satu dari pasangan kehilangan pekerjaan? dan hal-hal lainnya yang menyangkut perihal keuangan.
Kelima, Perceraian. Nah, pada poin ini kamu bisa mendiskusikan boundaries. Apa-apa hal yang bisa dikompromikan bersama dan yang tidak bersama pasangan, kesalahan apa yang bisa ditoleransi diantara pasangan dan yang tidak. Contoh; tidak menoleransi KDRT ataupun perselingkuhan dan lain-lainnya.
Comments