Perkembangan teknologi komunikasi dan infromasi yang kian pesat menghadirkan media baru di masyarakat di antaranya munculnya internet. Hal ini memaksa perubahan komunikasi dari konvensional ke sistem digital(Hartono et al., 2021). Indonesia merupakan negara yang menggunakan internet dalam penyampaian. Informasi kepada masyarakat. Negara Indonesia Perkembangan Internet dari tahun ke tahun semakin mengalami kenaikan pada tahun 2020 pengguna internet di Indonesia sampai angka 196,71 juta jiwa atau sebanding dengan 3,7%(Latifah & Nurlukman, 2023). Pengguna internet di atas dari setiap tahunnya mengalami kenaikan angka ini mempresentasikan Indonesia semakin intesif dalam menggunakan internet. Namun terkait literasi di dunia internet Indonesia masih dalam posisi sedang masih banyak yang perlu dibenahi agar bisa mengoptimalkan potensi disektor digital, (Siahaan, 2022).
Data di atas menunjukkan bagaimana tingkat penetrasi teknologi digital (internet) dalam kehidupan masyarakat dunia. Kehadiran teknologi digital tersebut diikuti oleh penemuan-penemuan baru perangkat teknologi komunikasi dan informasi yang menawarkan berbagai kemudahan bagi kehidupan keseharian manusia. Sehingga, penetrasi teknologi digital dengan mudah menyebar dan merombak hampir sebagian besar tatanan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik dan bahkan agama. Masifnya penggunaan media sosial memungkinkan media sosial menjadi salah satu pembentuk peradaban dan cara berkebudayaan. Media sosial secara fundamental merubah cara kita berpikir, pola interaksi dan relasi sosial melalui caracara berkebudayaan baru, seperti mediasi komunikasi, texting culture, emoticon, teleconference, digital learning, Islamic lectures, sampai dengan relasi sosial virtual yang berdampak negative seperti cyber-sex, cyber-crime dan lain sebagainya (Rustandi, 2020)
Dalam konteks kebangsaan, perkembangan teknologi digital tidak hanya digunakan dalam aspek-aspek kehidupan yang memunculkan dampak positif. Tetapi juga berdampak negatif sehingga berekses terhadap ikatan kebangsaan di antara warga (civil society). Salah satu isu kebangsaan yang aktual dan mendapat sorotan dari berbagai pihak adalah berkenaan dengan aksi dan narasi terorisme dan radikalisme. Merujuk pada UU No 15 tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme (Abdullah, 2021), terorisme didefiniskan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Masifnya propaganda aksi dan narasi teorisme dan radikalisme di media sosial yang menyasar anak muda menimbulkan gerakan perlawanan dalam bentuk kontra narasi yang dilakukan oleh beberapa elemen bangsa Indonesia. Dalam hal ini pemerintah RI melalui Kementerian Pertahanan, Kementerian Kominfo, BNPT RI dan berbagai leading sektor lainnya merumuskan program kontra narasi terorisme dan radikalisme sebagai upaya bentuk pencegahan terorisme di Indonesia. Propaganda kontra narasi dalam melawan terorisme dan radikalisme di media sosial ini dilakukan secara variatif. Misalnya menggunakan narasi-narasi agama, konsep pendidikan, narasi perdamaian, dialog lintas agama, counter hoax dan hatespeech kampanye hastag di medsos, penanaman nasionalisme dan sikap toleransi, kontra narasi berbasis komunitas, konten internet dalam bentuk DKV seperti meme, desain flyer dan video, pelatihan internet sehat, literasi media digital, termasuk gerakan edukasi dan sosialisasi.
Komunitas DDS merupakan Komunitas yang bergerak mengkampanyekan kedamaian yang ada di tengah tengah masyarakat, khusunya menyuarakan kerukunan antar umat beragama melalui media sosial. Komunitas Duta Damai Sumatra barat yang di bawah naungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, yang merupakan badan pencegahan dari terorisme, radikalisme, dekradikalisasi serta meningkatkan kewaspadaan nasional. Duta Damai ini terdiri dari berbagai macam penganut agama, di antaranya Islam, kristen, dan bahkan ada yang beraliran Ahmadiyah, dalam komunitas ini mayoritas diikuti oleh kalangan mudah yang ada di Sumatra Barat.
Dalam Duta Damai itu sendiri, dibentuklah bagaimana individu dan tim, manfaatkan potensi yang ada dalam diri mereka, ada yang memiliki keahlian menulis, keahlian berbicara dan takkala pentingnya memiliki pengikut sosial media yang banyak. Dalam perjalanan komunitas ini, tentu ada kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Pertama, melakukan audiensi dengan para pemuka agama, diantaranya Uskup Gereja Khatolik, Pendeta Kristen Protestan, Romo dan Biksu agama Budha, dan Pandita agama Hindu. Kedua, melakukan kunjungan rumah ibadah yang tersebar di Kota Padang. Ketiga, kunjungan ke sekolah-sekolah dan masi banyak lagi.
Dalam kontra narasi radikalisme dan terorisme di media sosial duta damai memiliki beberapa instrumen diantaranya, Duta Damai Sumbar mengambil nilai moderasi beragama yakni komintmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan akomodatif tehadap budaya lokal. Isu mengenai moderasi beragama dijadikan sebagai kontra isu radikalisme dan terorisme. Hal ini dipandang sebagai sebuah upaya dalam menjawab sorotan global mengenai Islamophobia dan Islam sebagai agama kekerasan. Kontra narasi dengan mengambil isu moderasi Islam dan perdamaian dirumuskan melalui perpaduan teks, image, foto dan simbol-simbol tertentu. Terutama konstruksi narasi yang bertujuan untuk memberikan pembingkaian bahwa Islam adalah agama perdamaian yang mencintai perbedaan dan membenci perpecahan. Oleh karenanya, @dutadamaisumbar ingin menegaskan bahwa moderasi beragama (Islam) sebagai benteng yang mampu menguatkan generasi muda dalam melawan terorisme dan radikalisme di media sosial.
Hal lainnya yang menjadi kekuatan dalam narasi ini adalah pemilihan narasi historis berkaitan dengan kuatnya perdamaian dalam agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari konstruksi narasi yang mengambil sudut historis tentang perdamaian hudaibiyah yang melibatkan masyarakat beragam tetapi menguatkan kemenangan Islam, kemenangan kemanusiaan tanpa adanya penindasan dalam proses mencapai kemenangan Islam tersebut. Konsep nilai perdamaian dan moderasi Islam dalam kontra narasi terorisme dan radikalisme ini dapat dibangun di atas kesadaran diri, proses penerimaan terhadap diri, menjauhi prasangka, merayakan keberagaman sebagai sebuah anugerah, konflik tanpa kekerasan dan perpecahan, berdamai dengan semesta dan berdamai dengan takdir Allah Swt.
Dalam hal ini, media massa seperti internet dan media sosial memiliki peran signifikan dalam merepresentasikan produksi konten yang positif untuk penguatan nilai-nilai perdamaian. Media massa, apapun bentuknya, dapat menjadi saluran yang memberikan efek terhadap manusia, baik secara kognitif, afektif dan behavioural. Oleh sebab itu, kontra narasi yang dilakukan dengan pemilihan isu moderasi agama dan perdamaian akan memberikan stimulus kepada masyarakat bahwa terorisme tidak ada kaitannya sama sekali dengan ajaran agama. Terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang seringkali berkecambah dalam momentum politik.
Dalam freming yang lain, Duta Damai Sumbar mengkonstruksi nilai-nilai toleransi sebagai kontra terhadap nilai-nilai radikalisme dan terorisme. Konstruksi narasi toleransi dibangun melalui proses pendefinisian dan menampilkan citra toleransi melalui simbolsimbol tertentu. Secara konsepsional, toleransi berkaitan erat dengan dimensi keberagamaan seseorang. Dalam hal ini, diperhatikan dalam beragama bukan to have religion, akan tetapi being religious. Dalam to have religion yang dipentingkan adalah formalisme agama sebagai kata benda. Sedang dalam being religius yang dipentingkan adalah penghayatan dan aktualisasi terhadap substansi nilai-nilai luhur agama (Kusuma & Azizah, 2018).
Oleh karenanya, nilai toleransi menjadi narasi yang harus dibangun di ruang-ruang virtual untuk menguatkan kemanusiaan. Nilai toleransi adalah wujud dari persamaan sebagai manusia dan upaya untuk saling memuliakan sebagai sesame manusia(Rosyidi, 2019). Toleransi dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Toleransi adalah nilai universal yang harus dimiliki oleh siapapun. Toleransi adalah wujud kemanusiaan dalam menghargai setiap perbedaan, merawat keharmonisan dan menghindari segala bentuk perpecahan dan kekerasan yang berorientasi pada penindasan.
Media sosial sebagai bagian dari media massa memiliki peran signifikan dalam menyampaikan pesan-pesan toleransi, perdamaian dan kemanusiaan kepada seluruh pihak. sehingga, dalam kacamata ini, media massa apapun bentuknya memiliki tanggung jawab sosial dalam memberikan perlindungan dan harus memastikan dalam proses produksi konten-konten media yang menguatkan sikap toleransi dan kemanusiaan di antara berabagi pihak. Dengan begitu, media massa menjadi simpul-simpul jaringan yang dapat menguatkan relasi sosial di antara manusia. Pada titik inilah, media massa (internet) memiliki tanggung jawab dalam proses perubahan sosial dan menguatkan dimensi keagamaan. Sehingga propaganda agama menjadi nilai substansial dan sakral yang terus dijaga dan diimplementasikan dalam keseharian manusia.
Daftar Pustaka
Abdullah, M. Z. (2021). Analisis Yuridis Terhadap Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 jo Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dalam Hubungan Dengan Hak Azasi Manusia. Legalitas: Jurnal Hukum, 13(1), 26. https://doi.org/10.33087/legalitas.v13i1.246
Fahri, mohammad, A. zainuri. (2022). Moderasi Beragama di Indonesia Mohamad. Religions, 13(5), 451. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar/article/download/5640/3010/
Hartono, T., Trisakti, F. A., & Aprilia, G. (2021). Smart Card Madani: Solusi Berbasis Komunikasi Inovasi pada Pemerintahan Kota Pekanbaru, Riau. Jurnal Riset Komunikasi, 4(2), 232–246. https://doi.org/10.38194/jurkom.v4i2.288
Kusuma, R. S., & Azizah, N. (2018). Melawan Radikalisme melalui Website. Jurnal ASPIKOM, 3(5), 943. https://doi.org/10.24329/aspikom.v3i5.267
Latifah, & Nurlukman, A. D. (2023). Inovasi Pelayanan Publik Elektronik Sistem Aplikasi Bantuan Kota (Sabakota) Kota Tangerang. Publik: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Administrasi Dan Pelayanan Publik, 10(1), 167–180. https://stia-binataruna.e-journal.id/PUBLIK/article/view/470/283
Rosyidi, M. F. A. A. (2019). Konsep toleransi dalam islam dan implementasinya di masyarakat Indonesia. Jurnal Madaniyah, 9(3), 277–296.
Rustandi, R. (2020). Analisis Framing Kontra Narasi Terorisme dan Radikalisme di Media Sosial (Studi Kasus pada Akun @dutadamaijabar). Jurnal Komunikatif, 9(2), 134–153. https://doi.org/10.33508/jk.v9i2.2698
Siahaan, A. U. (2022). Developing Motion Graphics “Successful English Presentation” for Tertiary Vocational Students. ELLITE: Journal of English Language, Literature, and Teaching, 7(1), 44–51. https://doi.org/10.32528/ellite.v7i1.6850
Penulis : Yayan Saputra
Comments