Oleh: Yui

Siapa yang tidak tahu dengan kasus Vina yang akhir-akhir ini viral di media sosial dan membuat heboh publik, apalagi setelah penayangan film tersebut di beberapa bioskop Indonesia? Pasti banyak netizen yang mengikuti alur kasus tersebut, bahkan mungkin menerka-nerka perihal yang terjadi?

Melansir dari beberapa artikel nasional, tragedi atau kasus Vina terjadi saat Vina dikeroyok oleh geng motor bersama sang kekasih, tidak hanya itu, Vina sempat dilecehkan hingga meninggal dunia. Kejadian itu terjadi pada 27 Agustus 2016 silam, di Jalan Raya Talun, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.

Meninggalnya Vina, dan ditangkapnya beberapa tersangka lalu dihukum sesuai pasal yang menjerat, tampaknya tidak membuahkan hasil. Kisah tersebut kembali terangkat saat diketahui tiga pelaku belum tertangkap. Bahkan, masuknya roh Vina ke dalam tubuh Linda (sahabat Vina), membuat khasus tersebut terlihat rumit.

Kemunculan film Vina dan terangkatnya kasus yang hampir mati itu, membuat pertanyaan dasar bagi sebagian orang. Apakah begitu aneh hukum di negeri ini sehingga roh pun harus turun tangan untuk menyelesaikan kasus mereka sendiri? Terdengar angker, memang, tetapi begitulah nyatanya.

Berbicara mengenai Indonesia, tentu bicara tentang hukum. Indonesia adalah negara hukum, dan setiap yang bersalah atas tindak kejahatan layak mendapatkan hukuman atau sangsi, termasuk orang-orang berkuasa atau terkemuka.

Lalu, bagaimana hukum yang berjalan saat ini? Apakah sudah sepatutnya atau malah sebaliknya?

Hukum di Indonesia sudah berjalan semestinya, menghukum orang yang pantas dihukum, membela orang yang pantas dibela. Akan tetapi, satu hal yang kurang dari bagian ini, yakni lemahnya sistem hukum sehingga hukum tersebut bisa diperjualbelikan oleh beberapa golongan.

Banyak berita bermunculan mengenai masyarakat golongan bawah yang dengan lantang dihukum dengan berat, padahal kesalahan mereka mencuri untuk menyambung hidup, sedangkan mereka yang korupsi miliaran, bahkan triliun, asyik melambaikan tangan di depan kamera, seolah-olah mereka tidak takut dengan hukum. Bahkan, beberapa sel tahanan koruptor pun dibuat senyaman mungkin, sedangkan sel tahanan masyarakat biasa seperti sel umumnya. Ada juga beberapa kasus salah tangkapnya masyarakat yang tidak bersalah sehingga merugikan satu pihak.

Kejadian-kejadian itu tidak sering terjadi, tetapi beberapa kali. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak percaya dengan sistem hukum di Indonesia dan membanding-bandingkan dengan negara lain. Tidak sedikit juga yang mencemooh pemerintah dalam menindak kasus-kasus yang terjadi.

Sama halnya pendidikan yang pernah saya bahas, penegakkan hukum di Indonesia memang harus ada pembenahan agar tercipta masyarakat yang damai dan tenang. Dan tentu agar istilah “Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas” tidak lagi digaungkan oleh orang-orang yang merasa dirugikan. Adanya pembenahan tentu harus dari semua golongan, harus ada pengkajian ulang tentang cara hukum itu berjalan dan diberikan.

Bagian terakhir, jangan sampai kasus-kasus yang melibatkan korban hingga korban mati, tidak segera ditindaklanjuti. Jangan sampai, ada kasus lain, roh dari korban A mendatangi anak indigo untuk diminta bantu karena kasus yang ditangani oleh pemerintah jalan di tempat.

Indonesia, Mei 2024

Yui
Penulis dan Pengarang

    MAN 2 Bukittinggi Turun Jadi Relawan di Bukit Batabuah Agam, Boleh atau Tidak?

    Previous article

    Bagaimana Caranya Berempati?

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Opini