Pada tanggal 25 Desember, diperingati sebagai hari Natal. Umat Katolik dan Kristen merayakan hari tersebut penuh suka cita, semua turut bahagia, tentu tidak hanya di Indonesia saja, di luar negeri pun sama.

Kendati demikian, masih ada juga yang tidak suka dengan kehadiran hari Natal. Beberapa kelompok masyarakat masih saja mempermasalahkan orang-orang beragama Islam untuk mengucapkan selamat Natal dan lainnya dengan dalih diharamkan dan tidak dibolehkan.

Sebenarnya, hal ini sudah sudah terjadi beberapa tahun silam, bahkan tidak sedikit yang saling menghina, meninggikan agama masing-masing, bahkan menjelek-jelekkan agama orang lain. Tentu sedikit risi dan juga disayangkan. Dalam negara yang penuh ragam dan perbedaan, masih saja ada pihak-pihak yang merasa paling berkuasa dan paling benar.

Memberi selamat atau tidak, terutama bagi umat Islam, sebenarnya kembali kepada diri masing-masing dan mahzab yang mereka gunakan. Sebagian ulama memang melarang, sebagian lagi membolehkan asal mereka yang mengucapkan tidak ikut merayakan. Dengan kata lain, mereka tidak ikut kegiatan-kegiatan sakral yang dilakukan oleh umat Kristen dan Katolik.

Membahas toleransi, sebenarnya dari SD sudah diajarkan oleh pihak sekolah. Mana saja yang boleh dilakukan, mana yang tidak boleh dilakukan. Contoh kecil, saat ada gotong royong untuk membersihkan gereja, sedangkan pihak gereja kekurangan pekerja, tidak masalah jika kita membantu mereka atas nama kemanusian. Hal yang tidak boleh dilakukan, umat Islam melakukan rangkaian ibadah, begitu sebaliknya, umat Kristen melakukan salat wajib, azan, dan ritual agama lainnya.

Sebenarnya, kunci dari toleransi berasal dari keimanan seseorang. Maka dari itu, umat Islam diajarkan untuk memahami rukun iman dan rukun islam dengan tujuan, menguatkan rasa iman dan keyakinan pada Allah.

Tolok ukur dalam beriman kepada Allah Swt. tidak hanya berpusat bagaimana kita beribadah, mengaji, salat, bersedekah. Akan tetapi, semua elemen ada sangkutnya. Bagaimana cara kita memanusiakan manusia, hal itu termasuk mengimani Allah dengan cara menghargai ciptaan Allah.

Maka dari itu, tidak etis juga sekiranya ada orang yang berbeda cara pandang dengan kita, lalu kita cap mereka seorang pendosa dan akan dilaknat oleh Allah. Jika Allah memang tidak menyukai orang-orang di luar Islam, untuk apa Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, bahkan hal itu sudah ada dalam Al-Qur’an?

Jangan jadikan ilmu yang kalian miliki, menjadi sumber kebencian bagi agama lain. Umat lain tidak belajar mengenai agama lain, tentu mereka melihat agama yang dianut manusia dari tingkah laku penganut. Jangan sampai, agama yang indah dengan pengajarannya, dirusak oleh penganut agama mereka sendiri.

Terakhir, saling menghargai itu sangat diperlukan. Selagi mereka tidak mengganggu, tidak menghina, atau mungkin menjelek-jelekkan agama lain, apa salahnya kita tetap pada zona nyaman.

Lalu, jika kamu benar, apakah mereka salah? Tentu tidak, bukan?

Yui
Penulis dan Pengarang

    Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik Sebagai Refleksi Diri

    Previous article

    Pengalaman Pulang ke Sumbar Via Bus

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Konten Viral