Pada tahun ini, narasi kebencian dan intoleransi tidak lekang dari negeri ini. Bukan hanya sibuk membenahi covid-19 saja yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional, tapi banyak pihak juga mengambil keuntungan tersendiri dibalik adanya musibah yang terjadi. Para pihak tak bertanggung jawab dengan senang hati ikut berbaur memecah belah persatuan bangsa disaat kondisi ekonomi yang dapat dikatakan tidak baik-baik saja.
Oknom yang melakukan ujaran kebencian maupun intoleransi tersebut beragam, mulai dari rakyat biasa sampai public figure yang memiliki intelegensi tinggi juga ikut bermain didalamnya. Hujatan kata-kata yang diberikan di media social juga beragam, bermula dari kritik pedas belaka lalu sindir-menyindir antar kubu, bahkan sampai terjadinya keributan. Keributan yang ditimbulkan bukan bersifat konstruktif, melainkan dengan terjebak pada debat destruktif-negatif yang diisi dengan caci-maki, ujaran kebencian, pemaksaan kehendak dan saktarianisme melalui media social.
Indonesia saat ini butuh generasi cikal-bakal penerus yang tidak ikut terprovokasi oleh pemecah-belah persatuan bangsa melainkan generasi yang sadar akan Indonesia memang lahir dari perbedaan dan juga tidak ikut dalam narasi kebencian.
Sekarang kita sudah di penghujung tahun, akankan keributan yang diiringi narasi kebencian tersebut akan terulang lagi? Dapatkah tahun berikutkan lebih baik dari masa kini?
Mulai Dari Diri Sendiri
Manusia yang beruntung adalah manusia yang hari ini lebih baik dari kemarin dan berusaha agar hari besok lebih baik dari pada hari ini. Sebaliknya, manusia yang merugi adalah manusia yang hari ini lebih buruk/sama dengan hari kemarin, dan tidak ada usaha untuk menjadi lebih baik untuk hari esok.
Salah sartu strategi untuk menuju perdamaian itu adalah, membumikan narasi dalam setiap lini kehidupan masyarakat yang dimulai dari diri sendiri. Setiap anak bangsa harus aktif dan ikut serta memerangi ujaran kebencian. Dengan cara tidak men-share, like, berkomentar dan mendramatisir sebuah isu dan pemberitaan.
Menciptakan Keluarga Perdamaian
Kampanye perdamaian upaya untuk menghindari masyarakat dari konflik social telah banyak dilakukan oleh berbagai komunitas yang ada. Mulai dari gerakan 1000 perdamaain, Sabang Marauke, Turun Tangan, Peace Generation dan banyak lagi komunitas pemuda yang ikut bergerak dalam memberantas ujaran kebencian dan intoleransi.
Salah satu solusi agar terhindar dari kebencian adalah melalui lembaga keluarga. Sebagai orang tua perlu membicarakan isu perdamaian dan isu hate speech ini di rumah tangga. Karena di rumah tangga itu perlu ada komunikasi yang intents antara ibu, bapak, anak-anak, dan seluruh anggota keluarga lainnya.
Keluarga merupakan madrasah pertama bagi setiap individu. Orang tua harus memberikan pendidikan yang humanis, menanamkan nilai pancasila, dan budaya lokal yang arif nan bijaksana.
Dalam lingkungan keluarga harus ditanamkan jiwa nasionalisme terdahap setiap anggota keluarga, bahwa orang lain merupakan saudara satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa yang harus dihargai dan dihormati.
Bijak Dalam Bermedia Sosial
Media sosial tak ubahnya seperti pasar. Setiap orang bebas dalam mengeluarkan pendapatnya yang dikira membawa keuntungan baginya. Dari sinilah oknum radikal atau kelompok lain yang menginginkan perpecahan memulai aksinya, agar terjadinya perpecahan atau bersebrangan pendapat itu terjadi.
Siapapun bebas membuat konten apapun dalam bentuk tulisan, gambar dan video untuk di posting di akun social media miliknya. Oknum radikal atau kelompok. Kita sebagai anak bangsa dituntut harus cerdas dalam memainkan social media. Kepintaran dalam menerima dan memperoleh informasi harus ditelusuri agar dapat ditelaah benar atau salahnya.
Jangan langsung like, komen dan share sebanyak mungkin. Sebelumnya kita harus memastikan kebenaran informasi yang didapat terlebih dahulu, kemudian memastikan apakah akun yang mengeluarkan berita atau informasi tersebut asli atau hanyak pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
ditulis oleh husnul hayati
gambar oleh kartika yulia
Comments