Sungguh sangat aneh memang ketika melihat patung di beri nasi tumpeng, terlebih lagi jika patung tersebut adalah simbol salah satu agama, hal tersebut semakin menunjukkan bahwa benar ini agama berhala.
Berhala menurut KBBI berarti bahwa adanya patung dewa atau sesuatu yang didewakan untuk di sembah dan di puja. Hal tersebut mengandung makna bahwa benda tersebut merupakan benda yang di muliakan, dihormati, dan berani mati jika ada pihak yang menggangu atau merusak benda tersebut.
Berdasarkan perihal tersebut akankah perilaku umat Buddha Indonesia sesuai dengan pengertian di atas? Masih teringat dengan jelas peristiwa pembakaran dan perusakan Vihara dan Klenteng di Tanjung Balai Asahan, ketika rumah ibadah dan patung Buddha di rusak, umat Buddha tidak marah juga tidak demo turun kejalan meminta keadilan. Umat Buddha tahu betul bahwa patung Buddha tetaplah patung, bukan sesuatu yang didewakan, ditinggikan, atau dimuliakan. Ketika peristiwa tersebut terjadi, umat Buddha menyerahkan hal tersebut pada negara dalam hal ini aparat penegak hukum.
Umat Buddha menyadari bangunan Vihara dan Klenteng yang rusak perlu diperbaiki dan membangun kembali rumah ibadah adalah lahan kebajikan tempat yang baik untuk berbuat baik dengan cara menyisihkan uang guna disumbangkan untuk merenovasi bangunan yang sudah rusak, hal tersebut jauh lebih bermanfaat dari pada mencari-cari kesalahan.
Seorang Bhikkhu yang berasal dari Australia yang lebih dikenal Ajahn Brahm ketika di tanya oleh wartawan “Apa yang akan anda lakukan jika kitab suci Tripitaka di robek dan di buang ke kloset?” Ajahn Brahm pun menjawab; “Saya akan panggil tukang untuk menyedot sampah kertas tersebut agar kloset tidak buntu dan dapat di gunakan kembali”.
Ajahn Brahm pun melanjutkan ucapannya “Seseorang dapat meledakkan banyak patung Buddha, membakar Vihara, membunuh Bhikkhu dan Bhikkhuni, bahkan mereka dapat menghancurkan semuanya, tapi saya yakin mereka tidak dapat menghancurkan Ajaran Buddha, karena ajaran Buddha itu pengampunan, kasih sayang, welas asih, dan kedamaian. Selama itu masih ada, maka ajaran Buddha masih ada di muka bumi ini”.
Dari apa yang telah di alami oleh umat Buddha Indonesia khususnya di daerah Tanjung Balai Asahan dan apa yang di jelaskan oleh Ajahn Brahm, jelas bahwa umat Buddha bukan penyembah berhala, Rumah ibadah adalah bangunan yang bisa hancur, ketika hancur bisa di pugar lagi, demikian juga Kitab Suci Tripitaka juga hanya kertas yang bisa di sobek dan dibakar, tinggal cetak ulang lagi. Patung Buddha sendiri hanya sebagai pengingat bahwa pernah muncul di dunia ini manusia yang luar biasa bergelar Buddha dan mengajarkan perihal kemanusiaan demi terciptanya kedamaian, keharmonisan, dan Kebahagiaan.
Satu hal yang perlu diingat, Tuhan menciptakan alam beserta isinya tidak ada yang abadi, yang abadi di dunia ini hanya tuhan, selain dari pada itu pasti mengalami kelapukan dan kehancuran.
Comments