Beberapa hari yang lalu viral Ceramah agama yang di unggah melalui platform YouTube yang berisikan larangan untuk berteman dengan non muslim. Belakangan diketahui yang berceramah adalah Habib Muhammad bin Anis Sahab. Benarkah demikian bahwa umat Islam dilarang berteman dengan non muslim? Jika merujuk arti kata ceramah yaitu pidato dan dakwah diartikan sebagai ajakan, nasehat atau hidangan maka setiap ceramah agama bisa didengarkan, diterima atau di buang mentah-mentah. Tentunya harus melalui literasi atau pembandingan dengan ceramah lainnya.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS al-Mumtahanah [60]:8). Islam adalah agama damai dan membawa kesalamatan, sebagaimana peran Rasulullah yang merupakan rahmat bagi semesta.
Pada dasarnya, Allah SWT mencintai dan memerintahkan umat-Nya ber buat baik dan berlaku adil kepada orang kafir yang tidak memerangi dan mengusir umat Islam dari tempat tinggalnya. Begitu pula sebaliknya, tidak dilarang bagi umat Islam menerima hadiah dan bantuan pertolongan dari mereka. Islam juga tidak melarang umatnya bersahabat dengan non muslim.
Yang ditekankan Islam dalam persahabatan dengan non muslim adalah tidak menjadikan mereka orang terdekat yang dicintai dan tidak menjadikan mereka orang kepercayaan yang melebihi Mukmin. Dalam hal ini, ada beberapa pesan Rasulullah yang harus dicamkan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Seseorang itu dilihat dari agama sahabatnya, maka hendaklah kamu memerhatikan siapa yang menjadi sahabatmu.” (HR Abu Daud). Dalam psikologi sosial, peran sahabat sangatlah besar dalam memengaruhi keyakinan sahabatnya. Karena itulah, Rasulullah mewantiwanti umatnya agar jangan terjebak kebaikan orang kafir, hingga kemudian menyebabkan dia tak mampu berlaku jernih dalam menjalankan keyakinannya.
Rasul juga berwasiat agar umatnya memprioritaskan orang beriman untuk dijadikan teman dekat dan kepercayaan serta mewasiatkan agar kriteria keimanan dan ketakwaan harus selalu dijadikan standar menjalani kehidupan.
Diriwayatkan dari Abu Sai’d dari Nabi bahwa Beliau bersabda, “Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang yang beriman dan janganlah ada yang memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR Tirmizi dan Abu Daud). Lebih jauh lagi, Allah mengingatkan hamba-Nya memilih orang yang patut atau tidak patut untuk dicintai.
Allah berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara saudara ataupun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan, dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS al-Mujadalah [58]:22).
benang merah dari pro kontra berteman dengan non muslim adalah tidak ada larangan keras untuk berteman dengan siapa saja namun tetap harus berhati-hati dalam memilih teman walaupun itu se agama sekalipun.
Hal di atas sejalan dengan hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2: 344. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Hadits berikut dengan sangat jelas menuntun kita untuk memiliki teman duduk yang baik. Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101).
Comments