Oleh: Yui

Menatap penuh bimbang

Langit jingga yang perlahan menghilang

Riuh pikiran merajai

Bungkam nafsu tidak bisa ditutupi

Bagaimana caranya berempati?

Satu kalimat terlintas dalam benak

Ketikan mereka seakan-akan tidak ada harga diri

Bencana berubah menjadi wahana taman bermain

Hati yang mati atau akal yang hilang?

Bertanya-tanya diri kepada rumput yang bergoyang

Nyatanya, tidak ada jawaban

Gila mereka sebut karena berbicara pada benda yang tidak bisa bicara

Lantas, kembali hati bertanya dengan lirih

Bagaimana mereka nanti mati?

Ah, Bagaimana jika mereka mati ditelan bencana itu sendiri?

Syukur-syukur ditemukan, jika menjadi tulang, bukankah ironis?

Lucu sekali perkembangan zaman

Otak di ujung ketikan

Dinasihati penuh kasih sayang

Malah membangkang seperti kerbau melenguh

Lucu sekali mereka yang mengaku bertuhan

Apa Tuhan mereka? Egois diri atau nafsu sendiri?

Manusia berduka, mereka malah bersuka ria

Diberi tahu, mereka merasa paling mulia

Bagaimana cara berempati?

Ah, lupa

Harga diri mereka telah mati

Digerogoti oleh ego yang tidak terkendali

Indonesia, 26 Mei 2024

Yui
Penulis dan Pengarang

    Saat Roh Mengungkapkan Kasus Kematian, Apakah Pantas?

    Previous article

    Tradisi Pernikahan di Grobogan

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *