Ditulis oleh: Yui

Beberapa hari terakhir, dunia sosial media dihebohkan dengan kasus pembullyan atau perundungan yang dilakukan oleh anak SD. Korban perundungan sempat dirawat di rumah sakit sebelum dinyatakan meninggal dunia. Bahkan penanggung jawab harus turun tangan untuk menyelidiki kasus tersebut. Usut punya usut, ternyata salah satu pelaku merupakan anak dari pendidik alias guru di sekolah tempat perundungan itu terjadi.

Sebenarnya, kasus seperti itu tidak satu atau dua kali terjadi, tetapi sering. Namun, kurangnya perhatian, membuat hal tersebut berlanjut, bahkan menjadi-jadi. Para pelaku atau orang tua pelaku berlindung di balik kata “Namanya juga anak-anak”. Jika sudah ada korban meninggal, apakah bisa berkata seperti itu.

Terjadinya perundungan di lingkungan sekolah karena beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Perundungan merupakan tingkah laku merundung atau melakukan tindakan tidak baik kepada orang lain. Perundungan dibagi menjadi dua, verna dan nonverba.

Biasanya, anak-anak yang memiliki mental perundung (pelaku perundungan) terbentuk dari beberapa faktor yang saling berpengaruh atau saling berkaitan. Berikut beberapa penyebab utama yang bisa mendorong perilaku tersebut.

  1. Lingkungan Keluarga

Faktor utama yang menyebabkan anak-anak menjadi pelaku perundungan yaitu lingkungan keluarga. Keluarga berperan penting dalam hal ini. Biasanya, adanya kekerasan dalam rumah tangga, membuat anak bertingak seperti itu. Anak yang sering melihat atau mengalami kekerasan fisik maupun verbal di rumah, cenderung meniru perilaku tersebut.

Kurangnya perhatian dari orang tua, membuat anak merasa diabaikan dan mencoba mencari perhatian dengan cara negatif. Lalu, ada pola asuh yang otoriter atau permisif. Pola asuh ini biasanya terlalu keras atau terlalu longgar dapat memengaruhi kontrol emosional anak, membuat anak seakan-akan terkekang dan harus meluapkan emosi di tempat lain.

  • Lingkungan Sekolah

Selain lingkungan keluarga atau di rumah, lingkungan sekolah menjadi faktor yang membuat anak menjadi perundung. Budaya kompetitif yang tidak sehat alias tekanan untuk menjadi yang terbaik, dapat mendorong anak-anak menjatuhkan teman-temannya. Mereka memiliki sikap iri dan tidak ingin kalah dari yang lain. Kurangnya pengawasan dari guru, juga faktor penentu. Anak yang merasa terbebas dari pengawasan guru, mungkin lebih mudah bertindak sebagai perundung.

Lalu, norma sosial yang buruk. Maksudnya, saat anak berbuat salah, guru hanya menegur tanpa meminta anak tersebut bertanggung jawab mengenai kesalahan yang mereka perbuat, membuat si anak yang memiliki jiwa perundung merasa teguran tersebut angin lalu, menganggap wajar sikap mereka.

  • Pengaruh Sosial Media

Zaman makin canggih, bahkan kemungkinan besar tiap rumah ada pengguna ponsel yang terhubung dengan jaring sosial. Hal ini menjadi faktor selanjutnya yang membuat anak menjadi perundung. Paparan konten kekerasan di media sosial, televisi, dan video game dapat membentuk persepsi bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektir untuk menyelesaikan masalah atau mendapatkan kekuasaan.

  • Masalah Psikologi

Faktor lainnya yang menyebankan anak menjadi perundung yaitu masalah kejiwaan mereka. Anak yang memiliki harga diri rendah, biasanya melakukan kekerasan untuk menutupi kekurangan atau kelemahan mereka. Anak yang memiliki empati yang rendah atau kurang diajarkan rasa empati sulit memahami dampak perbuatan mereka terhadap orang lain.

Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut, tentu diperlukan solusi atau cara mengatasi hal tersebut agar anak tidak tumbuh menjadi perundung. Berikut langkah-langkah atau cara mengatasi perilaku perundungan.

  1. Dilakukannya pendidikan emosi dan empati. Hal ini mengajarkan anak untuk mengenali dan mengelola emosi mereka, serta memahami perasaan orang lain.
  2. Lakukan komunikasi yang positif. Dalam beberapa kesempatan, libatkan anak dalam diskusi tentang nilai-nilai menghormati orang lain dan akibat buruk dari perundungan.
  3. Libatkan orang tua. Hal ini mungkin melakukan konseling antara pihak yang memahami sikap atau sifat (mendatangkan psikolog atau ahli) untuk memberi pendidikan mengenai mental anak. Orang tua diminta untuk memberikan perhatian lebih baik pada perilaku anak dan menjadi teladan bagi anak-anak.

Jika bukan kita yang mencegah perilaku perundungan, lalu siapa lagi? Mari, ciptakan lingkunan sekolah yang aman dan nyaman untuk segala kondisi anak, baik anak normal, spesial, maupun disabilitas.

Yui
Penulis dan Pengarang

    Hari Pahlawan dan Refleksi Generasi Muda Atas Peran Kartini

    Previous article

    Survey SLBF : Ramlan Ibnu Berpotensi Menumbangkan Erman Heldo Di Bukittinggi

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *