Dalam gemerlap sejarahnya, Bukittinggi, di Sumatera Barat memelihara rahasia menarik untuk diungkap. Di tengah hamparan hijau perbukitan, tersembunyi sebuah tempat yang tak terlupakan yaitu Benteng Fort de Kock.Benteng Fort de Kock dikenal sebagai warisan perang dari masa penjajahan Belanda di Indonesia, benteng ini menjadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah. Benteng Fort de Kock menghadirkan kisah kelam tentang pertarungan sengit antara pasukan Padri dan Hindia-Belanda.
Sejarah Benteng Fort de kock
Dikutip dari buku Panduan Wisata Budaya dan Alam Indonesia: Sumatra Barat karya Aprina, Benteng Fort de Kock dibangun sekitar tahun 1826 di Bukittinggi oleh Kapten Bouer di bawah pemerintahan Hendrik Merkus de Kock. Saat itu, Kapten Bouer memimpin pasukan tentara Belanda di wilayah Sumatera Barat. Benteng ini berdiri kokoh di puncak Bukit Jirek, menjadi saksi perlawanan sengit pasukan Padri di bawah pimpinan Imam Bonjol melawan penjajah Hindia Belanda.Pada masa kekuasaan Belanda, Bukittinggi diposisikan sebagai pusat administrasi yang penting, diberi nama “Gemetenlijk Resort” pada tahun 1828. Sejak tahun 1825, pemerintah kolonial Belanda telah mendirikan benteng di kota ini sebagai benteng pertahanan, yang sekarang masih bisa kamu temukan sebagai Fort de Kock. Selain berfungsi sebagai pusat administrasi dan benteng pertahanan, Bukittinggi juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan bagi para perwira Belanda yang bertugas di wilayah jajahannya.Wilayah tempat benteng dulu berdiri dibatasi oleh sebuah parit melingkar dengan kedalaman sekitar 1 meter dan lebar sekitar 3 meter. Salah satu peninggalan yang masih terkait dengan benteng adalah delapan meriam besi yang terpasang di sekitar bekas benteng, dengan panjang berkisar antara 116 hingga 280 sentimeter. Salah satu dari meriam-meriam tersebut memiliki inskripsi yang menunjukkan tahun 1813.
Pemerintah Kota Bukittinggi telah menerapkan Peraturan Walikota Bukittinggi Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pengelolaan Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah Kota Bukittinggi. Dalam peraturan ini, pemerintah memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam mengelola cagar budaya dan peninggalan sejarah, termasuk menetapkan kebijakan untuk pengelolaan kawasan dan bangunan bersejarah dengan memperhatikan kepentingan umum. Menurut Rencana Tata Ruang Kota Bukittinggi, Benteng Fort De Kock dijadikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bukittinggi.
Meskipun zaman terus berubah, kehadiran Benteng Fort de Kock akan selalu mengingatkan kita akan nilai-nilai sejarah yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang. Sebagai bagian dari warisan budaya, benteng ini mengajarkan kita untuk menghormati masa lalu sambil melangkah maju ke masa depan dengan rasa hormat dan kearifan.
Comments