Oleh: Yui

Sudahkah kita merdeka, wahai Pujangga Bangsa? Sudahkah kita merdeka, wahai Pengarang Fana? Tentu jawabnya sudah, bukan? Ah, atau merdeka dalam artian lain.

Tampaknya 76 tahun Indonesia merdeka semakin banyak rintangan yang Tuhan beri sehingga abdi bangsa harus paham dengan situasi yang ada.

Bukan maruk, apalagi mencela. Akan tetapi, apakah benar-benar Indonesia telah merdeka?

Ketika toleransi yang dulu dipupuk indah sebelum proklamasi dikumandangkan, ke mana mereka pergi? Apakah sudah lapuk dimakan zaman? Atau kita hanya berpangku tangan ketika budaya, tradisi, dan hal lainnya dikoyak tanpa sadar oleh orang-orang radikal?

Sudahkah kita merdeka? Ah, tampaknya belum. Hukum masih tumpul ke bawah. Koruptor dibiarkan melambai tangan ketika berhadapan dengan kamera, sedangkan rakyat jelata dibiarkan menderita hingga tinta tak sanggup untuk mengeja.

Sudahkah kita merdeka? Ketika salah satu tempat ibadah ditutup paksa demi keadilan ‘KATANYA’. Yah, katanya.

Miris, bukan?
Ironis, bukan?

Kemerdekaan iyalah hak segala bangsa. Nanti kita bicara tentang setiap bangsa. Apakah bangsa kita sudah memberikan hak kemerdekaan untuk agama lain? Kepercayaan lain? Pendapat lain? Dan hal lainnya yang mereka percayai sebelum merdeka dikumandangkan?

Pertiwi sepenuhnya menangis ketika menyaksikan orang-orang cerdas memilih bungkam. Pemerintah tampak kewalahan jika beradu argumen dengan mereka yang dianggap benar.

Ayolah! Mari kita tegakkan arti merdeka itu. Salah itu tetap salah, jangan buat kesalahan yang berulang-ulang sehingga menciptakan suatu kebenaran yang baru.

Jika orang lain tidak bisa dinasehati mengenai kemerdekaan, nasihat diri sendiri terlebih dahulu. Apakah kita pantas merdeka ketika orang-orang sebangsa, ketika pemerintah negara tengah berunjuk rasa menegakkan sebuah keadilan?

Tentu! Tidak semua bagian pemerintah yang benar-benar bersih ketika uang menjadi patokan utama untuk ajang memperkaya diri.

Ah, tidak dapat dipungkiri jika mental kita masih lemah mengenai uang. Akan tetapi, untuk apa disesali? Toh, sifat dan sikap asli akan tampak ketika memiliki kuasa.

Sudahkah Indonesia merdeka?
Ayolah! Pahamilah! Ini bukan PR untuk pemerintah, tetapi kita semua.

Ketika bendera merah-putih disandingkan dengan bendera lain, apakah bangga? Ah! Seharusnya kau malu karena tinggal di Indonesia, mencari makan di Indonesia, bahkan berak pun di Indonesia, tetapi bangga dengan bangsa lain.

Ini bukan satir, ini bukan sindir. Akan tetapi, mencerminkan apa adanya bangsa Indonesia pada saat ini.

Pandemi belum berakhir, semua sibuk saling menyalahkan satu sama lain. Seolah-olah, pendapat saya benar, pendapat kamu salah.

Ah, apakah Indonesia sudah merdeka?

Berpikir daksa ini dengan sukma. Katanya belum karena pandemi seperti ini masih memakan hak orang lain, masih bisa main tangan untuk mengambil hak sesama manusia. Yah, mari kita perjelas. Masih bisa korupsi dana bansos yang mencapai miliaran. Ironis sekali sampah masyarakat yang mengaku titisan rakyat.

Huh! Revolusi mental tampaknya harus diperhatikan, tetapi apakah mental seperti itu akan bisa diubah?

Sudahkah Indonesia merdeka?

Sudah, tentu sudah. 76 tahun Indonesia merdeka, tidak sedikit rintangan yang menghadang. Maka dari itu, mari berpegang tangan untuk menciptakan negara yang damai, aman, dan nyaman untuk semua kalangan. Ayolah, patuhi segala peraturan yang ada walau terbilang susah karena sudah kebiasaan untuk melanggar aturan.

Ini semua untuk keperluan dan kepentingan kamu, Badui.

Tampaknya, bait dan sajak lusuh ini tidak akan mengetuk hati kalian. Yah, tidak apa. Setidaknya pujangga bisa melepas lelah di hati dengan untaiannya yang masa bodoh dan prasetan dengan semua

17 Agustus 2021

Vaksinasi Menjadi Sebuah Peraturan Yang Wajib Diikuti Oleh Masyarakat Indonesia

Previous article

MAARIF Institute dan P3M Gelar Webinar Pelatihan Literasi Digital untuk Ulama Muda

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini