Sumber Gambar :  Centre for Research and Evidence on Security Threats 

Kita sering mendengar stereotype negatif terhadap etnis-etnis tertentu. Walaupun sekedar candaan, kadang beberapa orang bisa sangat tersinggung.

Di Indonesia kita terdiri dari ratusan etnis dan punya ciri khas masing-masing, bisa bahasa, budaya, kebiasaan, cara pandang bahkan bentuk fisik.

Dalam pergaulan sehari-hari, kita sering mendengar Padang Pelit, Padang Bengkok, Jawa Kuli, Lampung Begal dan sebagainya.

Sekali lagi, walaupun hanya sekedar ucapan, seringkali stereotype seperti ini memicu rasa kebencian yang serius.

Di dunia internasional, kita sering mendengar kata rasis atau rasisme. Yang paling sering terjadi adalah hinaan terhadap ras, lebih spesifik bentuk fisik dan warna kulit.

Misal Hitam, Negro, Sipit, dan lain-lain. Dan ini cukup serius bagi orang asing. Sementara di Indonesia, sepertinya diskriminasi seperti itu tidak dianggap serius, karena dianggap candaan.

Di Padang, saya menemukan stereotype-stereotype sejenis, yang ditujukan terhadap etnis/suku tertentu. Stereotype ini bisa dalam bentuk ungkapan, panggilan dan dalam bentuk lainnya yang susah untuk di spesifiksi.

  1. Mato sipik (Mata Sipit) dan Cino

Ditujukan kepada warga Tionghoa. Masyarakat beretnis Tionghoa memang banyak ditemukan di Kota-Kota di Indonesia, termasuk di Kota Padang.

Ucapan yang sering terlontar dalam bahasa sehari hari seperti :

Mato sipik artina mata sipit atau “ang cino” artinya kamu cina.

Yg pertama menggambarkan bentuk fisik (mata sipit), sementara yang kedua menggambarkan sifat/kelakuan/tabiat dan seterusnya.

Misal dalam kasus percakapan 2 orang, anggaplah membahas untung rugi, bisnis, dll. “Paretongan bana ang, ang cino yo” (kamu perhitungan banget ya, kamu cina ya)

  1. Rang Nieh (Orang Nias)

Ucapan ini sering dipakai masyarakat Minangkabau, terutama kalangan muda. Rang Nieh berarti Orang Nias. Ucapan ini menggambarkan banyak aspek, fisik, kelakuan, tabiat, dll.

Untuk diketahui, dalam sejarahnya, Kota Padang awal-awal memang dihuni oleh Masyarakat Nias. Bahkan menurut Gusti Anan, Profesor sejarah Universitas Andalas, banyak nama-nama daerah berasal dari atau serapan dari bahasa lokal masyarakat Nias. Misal Siteba, Purus, Banuaran, dll. Sampai sekarang, masyakat nias masih banyak kita temukan di Kota Padang.

  1. Batak Karo

Stereotype ini ditujukan kepada masyarakat Batak secara keseluran, walaupun sebenarnya Suku Batak yang mayoritas di Sumatera Barat berasal dari sub etnis Mandailing, yang berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.

Bahkan di Kabupaten Pasaman, salah satu kabupaten di Sumatera Barat, berbatasan langsung dengan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, komposisi masyarakat Mandailing hampir sama dengan masyarakat Minangkabau.

Ucapan yang sering dilontarkan adalah, “woi batak karo“, “ang batak karo“.

  1. Urang Kaliang (Orang Hitam)

Ungkapan ini biasanya bermaksud menyerang fisik. Urang Kaliang bermakna Orang Keling atau Orang Hitam. Biasanya ditujukan kepada mayarakat India Keturunan.

Di Kota Padang, komunitas Masyarakat India bisa kita temukan di kawasan Pondok. Salah satu event kebudayaan dan keagamaan yang populer adalah Serak Gulo (menyebar gula).

Ungkapan ini juga berlaku kepada masyarakat Minangkabau yang berkulit hitam. Contoh ungkapanya seperti, “ang kaliang“.

  1. Urang Kubu

Urang Kubu bermakna Orang Hutan/Suku Anak Dalam. Di Kabupaten Dharmasraya, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tebo, Jambi, memang masih ada masyarakat Suku Anak Dalam tersebut.

Dalam ungkapan minang, “waang urang kubu” memang sering digunakan. Ini bermaksud menggambarkan lawan bicara orang terbelakang, kuno, tidak mengikuti zaman dan sebagainya.

Inilah bentuk stereotype yang sering digunakan masyarakat Minangkabau terhadap etnis-etnis tertentu yang bersentuhan langsung di beberapa daerah. Tapi perlu diingat, stereotype ini tidak menggambarkan persepsi masyarakat Minangkabau secara keselurahan.

Terlepas apakah itu hanya sekedar candaan, cukup bijak rasanya kita tidak menggunakan cara-cara tersebut dalam pergaulan sehari-hari.

Kira-kira selain yang diatas, ada lagi gak?

Onriza Putra

Kartu Ceki / Koa di Sumatera Barat Perjudian Hingga Identitas Nasional

Previous article

Empati; Menyoal Rasa Kemanusiaan Terhadap Korban Kekerasan Seksual

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Umum