Presiden terpiih Joko Widodo akhirnya bertemu dengan rival politiknya Prabowo Subianto pada Sabtu pagi (13/07/19) di stasiun MRT Lebak Bulus Jakarta Selatan. Hal ini tentu saja  menjadi momen yang di tunggu-tunggu serta di harapkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia , pertemuan tersebut menjadi hal penting karena ini mecakup bagaimana kita seharusnya sebagai rakyat dalam menyikapi permainan politik di negri ini . 

Saat bertemu kedua-nya pun terlihat akrab bahkan seperti tidak pernah memiliki masalah apa-apa, dalam jumpa pers baik Jokowi dan Prabowo pun sama-sama menyatakan bahwa mereka tetap berkawan dan bersahabat dibalik bersaing dan saling kritik yang di perlihatkan kepada masyarakat itu hanya merupakan sebuah tuntutan politik .

Berbica tentang saling kritik pastinya berdasar pada perbedaan pendapat akan tetapi sejatinya itu merupakan hal yang biasa dalam sebuah proses demokrasi . 

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِين

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. (Qs Hud Ayat 118).”

Tidak bisa di pungkiri adanya efek perbedaan pendapat atau pandangan politik ini ialah terjadinya konflik dikalangan masyarakat . Masyarakat yang percaya serta menaruh harapan besar kepada seorang tokoh pastinya akan selalu membela mati-matian agar yang di dukung bisa duduk di pemerintahan maupun di parlemen. 

Hal ini di buktikan dengan adanya istiah “Cebong dan Kampret” yang merupakan gelar  buruk diantara kedua kubu pendukung. Namun point penting dari dampak perbedaan pandangan politik tersebut ialah rusak atau putusnya tali silaturahmi, baik itu di lingkungan kehidupan sosial masyarakat maupun keluarga besar.

Sahabat damai sejatinya sebagai umat muslim kita sangat dilarang untuk memutus tali silaturahmi di antara kita : 

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ ﴿٢٢﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allâh dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka” . 

Dalam hadist orang yang memutuskan hubungan silaturahmi tidaklah mendapatkan  surga nya Allah  : 

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ 

Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan persaudaraan. (HR. al-Bukhâri dan Muslim, dari Jubair bin Muth’im). 

Jadi apabila kita mengaku umat muslim pastinya tidak akan mudah memutus tali silaturahmi serta persaudaraan dikarenakan perbedaan pendapat serta pandangan politik, namun namanya hidup pasti diantara kita pernah memiliki masalah dengan orang lain maka kewajiban kitalah untuk “Berekonsiliasi” yaitu dengan memperbaiki hubungan sesama umat manusia agar jiwa hidup lebih tentram serta tenang dan pastinya ini menjadi bukti bahwa kita beriman kepada Allah dan meneladani sifat Rasulullah.

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ 

“Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan Rasul-N ya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfaal Ayat 1).

Yang kita dukung saja menunjukan keakraban , saling tertawa saling bercengkrama lalu lantas kenapa kita harus saling mencaci maki dan memutus tali silaturahmi? , ingatlah : 

صِلَةُ الْقَرَابَةِ مثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَحَبَّةٌ فِي الأَهْلِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَجَلِ 

“Menyambung silaturahmi adalah memperbanyak harta, menambah kecintaan keluarga, dan memperpanjang umur.” (Hadits shahih Riwayat at-Thabrani).

Untuk merajut atau memperbaiki hubungan baik di antara sesama manusia kedepanya menurut saya kita harus berpikir dengan konsep moderat dimana dalam islam disebut dengan istilah “Wasathiyyah”

Muchlis Hanafi dalam “Konsep Al Washtiah Dalam Islam” defenisi Alwasatiyyah ialah sebagai metode berpikir , berinteraksi serta berperilaku berdasarkan “Tawazun” (penyeimbang) dalam menyikapi keadaan untuk di analisis dan di bandingkan, sehingga nantinya dapat ditemukan sikap yang pas serta sesuai dengan kondisi agar nantinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama dan tradisi yang ada dalam lingkungan masyarakat , bisa di sebut untuk menghindari kita bersifat ekstrim (berlebihan).

Secara etimologi Wasathiyyah bermakna adil , utama serta mementingkan pilihan  terbaik dan menjadi penyeimbang diantara dua hal yang bersebrangan. Bisa di simpulkan konsep berpikir Wasathiyyah ini  memposisikan diri sebagai penengah di antara dua orang yang berselisih, bukan memprofokasi orang yang tengah berselisih, bahkan jika diri kita sendiri tengah berkonflikmaka hal terbaik yang dilakukan ialah menerapkan konsep ini sebagai jalan tengah untuk menghindari dampak terburuk dimasa mendatang serta menjaga hubungan baik kita dengan orang lain.

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Taatilah Allah dengan menepati segala perintah dan larangan-Nya. Tinggalkanlah perselisihan dan pertikaian yang membuat kalian tercerai berai dan lemah. Bersabarlah dalam menghadapi segala kesulitan dan rintangan dalam peperangan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar dengan memberi dukungan, peneguhan dan belaan yang baik. ( Tafsir Quraish Shihab dalam Surat Al- Anfal Ayat 46).  

Ar Rafi Saputra Irwan
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang. Anggota Duta Damai Dunia Maya Sumatera Barat

Pemprov Sumbar Menerima Kunjungan Duta Damai Dunia Maya BNPT

Previous article

Jokowi vs Prabowo menjadi Jokowi + Prabowo

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Edukasi