Baru-baru ini setara institute melakukan pers rilis terhadap penelitian yang mereka lakukan yang di beri judul “Pemajuan Toleransi di Daerah: Input untuk Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri”. menarik untuk di simak, berikut hasil rekomendasi Setara institute terhadap dua kementerian tersebut.

Pemerintahan baru periode kedua Presiden Joko Widodo menunjukkan concern yang tinggi terhadap isu penanganan radikalisme dan pemajuan toleransi. Namun demikian, sejauh ini yang ditampilkan oleh beberapa menteri baru di depan publik, khususnya Menteri Agama, menunjukkan belum baiknya indikator dan perspektif pemerintah dalam agenda pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme. Di sisi lain, pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme harus didekati dengan menempatkan daerah sebagai lokus sekaligus aktor strategis. Untuk itu, SETARA Institute memandang penting bagi pemerintah agar memotret agenda pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme di daerah, sebagai bagian dari pendekatan komprehensif dalam isu radikalisme dan intoleransi. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri merupakan stakeholders utama dalam hal ini.

Agenda pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme yang krusial bukanlah soal restriksi pemakaian cadar atau celana cingkrang. Agenda paling mendesak untuk pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme yang harus menjadi prioritas adalah 1) bagaimana mempersempit ruang bagi berbagai ekspresi intoleransi, 2) memperkuat regulasi dan jaminan atas kesetaraan hak dan akses bagi seluruh kelompok warga, terutama kelompok minoritas, 3) meningkatkan peran sejumlah aktor lokal dalam memajukan toleransi dan membangun harmoni dan kerukunan dalam kebinekaan, dan 4) membangun basis sosial-kemasyarakatan yang memiliki ketahanan (resilience) untuk membentengi diri dari penyebaran narasi dan gerakan anti kebinekaan, anti demokrasi, dan anti negara Pancasila.

Dalam riset longitudinal SETARA Institute dalam 12 tahun terakhir pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan menyebar di seluruh 34 provinsi yang ada di Indonesia. Berikut daftar 10 provinsi dengan peristiwa tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Data selengkapnya lihat di https://setara-institute.org/pemajuan-toleransi-di-daerah-input-untuk-menteri-agama-dan-menteri-dalam-negeri/

Data tersebut menegaskan bahwa dalam konteks pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme pemerintah harus menempatkan daerah sebagai lokus strategis dalam membangun pemerintahan dan tata kelolanya yang berbasis pada toleransi sebagai etika kolektif dalam tata hidup kebinekaan, sesuai dengan dasar negara Pancasila dan konstitusi negara UUD NRI 1945. Di tingkat daerah, diperlukan penguatan aktor dan potensi-potensi lokal agar pemajuan toleransi dan pembinaan kerukunan dapat diakselerasi sehingga radikalisme dapat dicegah dan diantisipasi sejak dini dari lingkup sosial yang terkecil. Salah satu aktor strategis untuk itu adalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri harus memberikan perhatian khusus untuk penguatan aktor strategis tersebut.

SETARA Institute dalam 3 tahun terakhir melakukan engagement atau pelibatan kepada berbagai elemen kunci di 10 kota di Indonesia, yang merepresentasikan sejumlah kota dengan toleransi tinggi, sedang dan rendah menurut data Indeks Kota Toleran (IKT) yang dikeluarkan oleh SETARA Institute sejak 2015, yaitu: Singkawang, Salatiga, Pematangsiantar, Kediri, Ternate, Denpasar, Bandung, Bogor, Mataram dan Aceh.

Kota-kota tersebut terus berbenah melakukan perbaikan kebijakan, tata kelola toleransi, manajemen sosial yang kondusif bagi toleransi dan pemeranan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menjalankan peran pengkajian dan rekomendasi, mediasi, resolusi konflik dan mengembangkan sejumlah inisiatif penguatan toleransi.

Pimpinan FKUB sepuluh kota yang hadir dalam pertemuan akhir tahun yang diselenggarakan oleh SETARA Institute, pada 22-23 November 2019, telah menjalankan peran kontributif dalam mengatasi berbagai peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dan promosi toleransi di kotanya masing-masing. FKUB kota-kota tersebut memainkan peran aktif dan progresif dalam pemajuan toleransi. Mereka secara kreatif melakukan inovasi dan resolusi terhadap persoalan pendirian tempat ibadah dan sejumlah upaya yang visioner untuk menjadikan kotanya sebagai pusat pembelajaran dan pengetahuan tentang toleransi. Namun demikian, tidak semua FKUB melakukan terobosan serupa, sehingga masih diperlukan penguatan peran mereka lebih lanjut.

Sebagai organ kuasi pemerintahan daerah, FKUB menjadi tumpuan pemerintah daerah dalam menangani berbagai persoalan kebebasan beragama/ berkeyakinan termasuk memastikan tidak meluasnya praktik politik identitas yang mencabik kohesi sosial dalam gelaran Pilkada 2017 dan Pileg serta Pilpres 2019. Namun demikian, dalam evaluasi bersama yang diselenggarakan SETARA Institute bersama 10 FKUB Kota dan 10 elemen masyarakat sipil, tugas berlipat FKUB tidak berbanding lurus dengan pranata kelembagaan, dasar hukum kelembagaan, dukungan anggaran, dan peningkatan kapasitas anggota FKUB, khususnya keterampilan mediasi dan resolusi konflik.

Gambaran kondisi FKUB di 10 kota ini merepresentasikan kondisi yang sama di 94 FKUB kota lainnya, termasuk FKUB Kabupaten dan Provinsi. Atas dasar itu, 10 pimpinan FKUB menyampaikan 6 (enam) agenda prioritas kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama termasuk kepada pemerintah daerah, untuk melakukan:

  1. Penguatan kelembagaan FKUB melalui pembentukan Peraturan Presiden tentang kedudukan, tugas dan fungsi FKUB dalam promosi toleransi dan kebebasan beragama dan dalam pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme. Saat ini, kelembagaan FKUB didasarkan pada Peraturan Bersama Dua Menteri (PBM) No 9 dan 8 tahun 2006. Ditingkatkannya kekuatan hukum yang mengatur kelembagaan FKUB lebih sejalan dengan agenda prioritas pemerintah tentang pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme.
  2. Melakukan penguatan kapasitas anggota FKUB melalui kegiatan up grading, training dan kesempatan memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang tata kelola toleransi.
  3. Memfasilitasi pelembagaan partisipasi elemen masyarakat sipil (civil society) dengan memperkuat sinergi dalam pencegahan dan penanganan intoleransi, radikalisme, dan terorisme antara FKUB dengan sejumlah organisasi yang memiliki perhatian yang sama, untuk menjamin dan memajukan kebebasan beragama/berkeyakinan.
  4. Memberikan dukungan pendanaan yang memadai, layak dan berkelanjutan untuk mengoptimalkan peranan FKUB dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
  5. Memfasilitasi penguatan standar dan sistem kerja FKUB dengan standard operating procedures (SOP) yang partisipatif dan inklusif.
  6. Memberikan dukungan atas berbagai inisiatif FKUB dalam mempromosikan toleransi sebagai bagian tak terpisahkan dari agenda dan program prioritas nasional pemerintahan Jokowi-Maruf Amin dalam pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Agnez Mo Dikecam, Bukti Netizen Indonesia Kurang Literasi

    Previous article

    Gus Dewa: Menanggapi Isi Ceramah Gus Muwafiq

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Edukasi