Islamphobia secara umum dapat diartikan sebagai bentuk ketidaksukaan, ketakutan serta prasangka negatif yang berlebihan terhadap umat Muslim. Pelabelan ini mulai trend sejak terjadinya tragedi 11 September 2001 (9/11) yang merupakan serangkaian serangan bunuh diri oleh para teroris di Amerika Serikat.

Menurut Henk Dekker dan Jolanda Van der Noll dalam risetnya yang berjudul “Islamophobia and its origins; A study among Dutch youth”, Islamophobia merupakan sebuah sikap dan tingkah laku negatif masyarakat terhadap agama Islam dan pemeluknya. Sikap negatif tersebut berupa ketidakmauan memiliki tetangga Muslim, tidak percaya dengan temannya yang Muslim hingga tak mau berteman dengan orang yang beragama Islam.

Adapun dampak yang paling terasa dengan hadirnya istilah tersebut, umat Muslim yang terutama berada di wilayah Eropa (yang dimana kaum muslimin merupakan minoritas) kerap mendapatkan perlakuan diskriminasi berupa di cap sebagai teroris, pakaian ciri khas keagamaanya di olok-olok, serta hak hidup mereka dibatasi. Tentu saja ini merupakan suatu tindakan yang melanggar Hak Azazi Manusia (HAM).

Ibu Nadzir selaku peneliti dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, hal yang membuat stigma Islamphobia itu bertahan sampai saat ini ialah dikarenakan pengaruh media-media (terutama media Barat) yang selalu menuliskan narasi seolah-olah Islam merupakan sumber tindak kekerasan serta cenderung melakukan aksi teror. Hal ini terkesan terlihat masuk akal dengan hadirnya organisasi teroris yang kerap mengaku-mengaku membawa ajaran Islam untuk menjalankan ambisi politiknya seperti ISIS.

Istilah Islamphobia dan tindakan diskriminasi kepada pemeluk agama Islam banyak terjadi di negara yang umatnya menjadi Minoritas. Namun apakah hal tersebut akan berdampak kepada Indonesia yang notabene nya mayoritas Muslim?

Setelah melakukan observasi singkat di Media Sosial, Penulis melihat salah satu Group Facebook yang bernama “Nusantara Shanti”. Di Group tersebut kebanyakan postingan yang ada perihal suara netizen yang ingin melanggengkan adat dan budaya Nusantara dengan ciri khas nya menyebutkan “Salam Rahayu”.

Ketika masuk didalamnya, penulis mendapatkan tambahan ilmu mengenai adat dan budaya nusantara dari unggahan netizen. Akan tetapi sangat disayangkan disana penulis juga banyak menemukan postingan dari oknum yang bisa disebut terkesan Islamphobia. Rata-rata mereka (oknum netizen) berpendapat, Hadirnya Islam dengan penilaian bukan agama leluhur dituding seakan-akan menghapus adat dan budaya yang telah ada pada zaman dahulu. Selain itu pakaian cirikhas keagamaan Islam selalu dinarasikan hanya identik dengan Arab serta dinilai bertentangan dengan adat dan budaya Nusantara. Ditambah lagi adanya sindiran-sindiran perihal Islam terkesan sebagai agama yang rumit dan mengajarkan kekerasan.

Pernyataan tersebut ada berdasarkan maraknya aksi terorisme yang ada di Indonesia, ceramah pemuka agama Islam yang dinilai terkesan ekstrim dengan menjelek-jelekkan agama lain. Serta adanya praktik-praktik Intoleransi ditanah air. Ini tentunya akan berdampak pada kehidupan sosial dan berpotensi mengundang konflik atas nama agama. Kemunculan fobia terhadap suatu identitas keagamaan tertentu akan mengikis demokrasi yang sejatinya menghormati perbedaan akan multikultural dan multireligius.

Suka tidak suka mau tidak mau, faktanya yang membuat hadirnya Islamphobia secara garis besar didukung oleh orang-orang jahat yang dalam aksinya kerap mengaku membawa ajaran Islam. Selama kekerasan dan tindakan ekstrimis yang mengatasnamakan agama Islam masih ada, maka Islamphobia tidak akan pernah ada habis-habisnya. Lalu tindakan apa yang harus dilakukan oleh umat Muslim dalam menyikapi adanya istilah Islamphobia itu ?

Menurut penulis, sebagai umat muslim tindakan utama yang harus dilakukan yaitu dengan menunjukan bahwa Islam adalah rahmat bagi semesta. Hal tersebut dilakukan bukan hanya dengan cara menyebarkan dalil-dalil, tetapi menunjukan perilaku baik, toleran dan cinta damai sebagaimana yang diajarkan dalam Agama Islam.

Kenapa ? karena mereka menilai bagaimana agama Islam kebanyakan dari akhlak atau tingkah laku pemeluknya, bukan dengan membaca Alqur’an. Percuma saja rasanya kita beragumen dengan menyebar seribu dalil-dalil kebaikan, mereka tak akan percaya karena tidak membaca dan mempelajari itu. Mereka hanya melihat bagaimana tingkah laku yang mencerminkan sebuah sikap dari kepercayaan yang diimani seseorang.

Ingatlah, salah satu yang membuat Islam tersebar luas dan diterima masyarakat dunia yaitu dengan melihat bagaimana Akhlakul Karimah (perbuatan baik dan terpuji) Rasulullah Muhammad SAW dalam berdakwah. Hal itulah yang membuat ia menjadi Uswatun Hasanah (suri tauladan) bagi seluruh umat.

Biasakanlah diri untuk bergaul dengan orang yang berbeda pandangan dan kepercayaan secara terbuka tanpa mengedepankan streotip negatif agar dapat menghasilkan sebuah proses interaksi serta komunikasi yang baik. Disanalah nantinya mereka yang terpapar Islamphobia akan memandang serta berpikir secara kritis, apakah yang ada dipikiran mereka selama ini benar atau justru keliru.

Namun perlu diingat, dalam bergaul umat Muslim bagaimanapun senantiasa harus berpatokan kepada Al-Qur’an dan hadist serta membatasi diri dari hal-hal tertentu yang bersifat sensitif. Ini sangat penting agar nantinya tidak terjebak dalam kondisi yang dimana membuat seorang muslim phobia dengan kepercayaannya sendiri.

Ar Rafi Saputra Irwan
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang. Anggota Duta Damai Dunia Maya Sumatera Barat

Pahlawan Bangsa

Previous article

Kota Padang Dalam Bingkai Keberagaman

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Edukasi